Rabu, 10 September 2008

Boleh Bekam dan Donor Darah Saat Puasa

Bukhari membawakan Bab ‘Bekam dan Muntah bagi Orang yang Berpuasa‘. Beliau membawakan beberapa riwayat, di antaranya:

[Riwayat pertama]

وَيُرْوَى عَنِ الْحَسَنِ عَنْ غَيْرِ وَاحِدٍ مَرْفُوعًا فَقَالَ أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ

Diriwayatkan dari Al Hasan dari beberapa sahabat secara marfu’ (sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Beliau berkata, “Orang yang melakukan bekam dan yang dibekam batal puasanya.” [Hadits ini juga dikeluarkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah dan Ad Darimi. Syaikh Al Albani dalam Irwa’ no. 931 mengatakan bahwa hadits ini shohih]

[Riwayat kedua]

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ - رضى الله عنهما - أَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - احْتَجَمَ ، وَهْوَ مُحْرِمٌ وَاحْتَجَمَ وَهْوَ صَائِمٌ .

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam dalam keadaan berihrom dan berpuasa.

[Riwayat ketiga]

يُسْأَلُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ - رضى الله عنه - أَكُنْتُمْ تَكْرَهُونَ الْحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ قَالَ لاَ . إِلاَّ مِنْ أَجْلِ الضَّعْفِ

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ditanya, “Apakah kalian tidak menyukai berbekam bagi orang yang berpuasa?” Beliau berkata, “Tidak, kecuali jika bisa menyebabkan lemah.”

Ketiga riwayat di atas adalah riwayat yang shohih.

Menurut jumhur (mayoritas ulama) yaitu Imam Abu Hanifah, Malik, Asy Syafi’i, berbekam tidaklah membatalkan puasa. Pendapat ini juga dipilih oleh Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas, Anas bin Malik, Abu Sa’id Al Khudri dan sebagian ulama salaf.

Di antara alasan bahwa bekam tidaklah membatalkan puasa:

[Alasan pertama] Boleh jadi hadits yang menjelaskan batalnya orang yang melakukan bekam dan di bekam adalah hadits yang telah di mansukh (dihapus) dengan hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al Khudri. Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata,

رَخَّصَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فِى الْقُبْلَةِ لِلصَّائِمِ وَالْحِجَامَةِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan (rukhsoh) bagi orang yang berpuasa untuk mencium istrinya dan berbekam.” (HR. Ad Daruquthni, An Nasa’i dalam Al Kubro, dan Ibnu Khuzaimah)

Ad Daruqutni mengatakan bahwa semua periwayat dalam hadits ini tsiqoh/terpercaya kecuali Mu’tamar yang meriwayatkan secara mauquf -yaitu hanya sampai pada sahabat-. Syaikh Al Albani dalam Irwa’ (4/74) mengatakan bahwa semua periwayat hadits ini tsiqoh/terpercaya, akan tetapi dipersilihkan apakah riwayatnya marfu’ -sampai pada Nabi- atau mawquf -sampai sahabat-.

Ibnu Hazm mengatakan, “Hadits yang menyatakan bahwa batalnya puasa orang yang melakukan bekam dan orang yang dibekam adalah hadits yang shohih –tanpa ada keraguan sama sekali-. Akan tetapi, kami menemukan sebuah hadits dari Abu Sa’id: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan (rukhsoh) bagi orang yang berpuasa untuk berbekam“. Sanad hadits ini shohih. Maka wajib bagi kita untuk menerimanya. Yang namanya rukhsoh (keringanan) pasti ada setelah adanya ‘azimah (pelarangan) sebelumnya. Hadits ini menunjukkan bahwa hadits yang menyatakan batalnya puasa dengan berbekam (baik orang yang melakukan bekam atau orang yang dibekam) adalah hadits yang telah dinaskh (dihapus).”

Setelah membawakan pernyataan Ibnu Hazm di atas, Syaikh Al Albani dalam Irwa’ (4/75) mengatakan, “Hadits semacam ini dari berbagai jalur adalah hadits yang shohih –tanpa ada keraguan sedikitpun-. Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa hadits yang menyatakan batalnya puasa karena bekam adalah hadits yang telah dihapus (dinaskh). Oleh karena itu, wajib bagi kita mengambil pendapat ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Hazm rahimahullah di atas.”

[Alasan Kedua] Pelarangan berbekam ketika puasa yang dimaksudkan dalam hadits adalah bukan pengharaman. Maka hadits: “Orang yang melakukan bekam dan yang dibekam batal puasanya” adalah kalimat majas. Maksudnya adalah bahwa orang yang membekam dan dibekam bisa terjerumus dalam perkara yang bisa membatalkan puasa. Yang menguatkan hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Abdur Rahman bin Abi Layla dari salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنِ الْحِجَامَةِ وَالْمُوَاصَلَةِ وَلَمْ يُحَرِّمْهُمَا إِبْقَاءً عَلَى أَصْحَابِهِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berbekam dan puasa wishol -namun tidak sampai mengharamkan-, ini masih berlaku bagi sahabatnya.” (HR. Abu Daud no 2374. Hadits ini tidaklah cacat, walaupun nama sahabat tidak disebutkan. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud mengatakan bahwa hadits ini shohih.)

Hadits di atas menunjukkan bahwa bekam dimakruhkan bagi orang yang lemah jika dibekam. Hal ini juga dikuatkan dengan riwayat lain dalam shohih Bukhari dari Anas bin Malik sebagaimana telah disebutkan di atas.

أَكُنْتُمْ تَكْرَهُونَ الْحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ قَالَ لاَ . إِلاَّ مِنْ أَجْلِ الضَّعْفِ

“Apakah kalian tidak menyukai berbekam bagi orang yang berpuasa?” Anas mengatakan, “Tidak, kecuali jika bisa menyebabkan lemah.” (HR. Bukhari no. 1940)

Dengan dua alasan di atas, maka pendapat mayoritas ulama dinilai lebih kuat yaitu bekam tidaklah membatalkan puasa. Akan tetapi, bekam dimakruhkan bagi orang yang bisa jadi lemas karena berbekam. Dan boleh jadi juga diharamkan jika hal itu menjadi sebab batalnya puasa orang yang dibekam. Hukum ini berlaku juga untuk donor darah. Wallahu a’lam.

Diambil dari: muslim.or.id

Kamis, 04 September 2008

Bolehkah Berbekam Saat Puasa?

Para ulama berbeda pendapat mengenai berbekam saat puasa. Sebab ada dalil dari Shohihu Bukhori yang menyebutkan:"Orang yang membekam dan yang dibekam batal puasanya". Namun demikian Imam Bukhori dalam shohihnya juga menyampaikandengan hadits "Dari Ibnu Abbas, ia berkata, ' Nabi SAW pernah berbekam, sedangkan ketika itu beliau berpuasa.' Selain itu dalil tersebut Ibnu Abbas berkata, "Batalnya puasa disebabkan sesuatu yang masuk, bukan sesuatu yang keluar".

Kalo kita membaca beberapa dalil antara yang melarang dan membolehkan, keduanya memiliki dasar pendapat yang kuat. Menurut Ibnu Hazm menemukan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa'id, "Nabi SAW memberi rukhshoh berbekam bagi orang yang berpuasa" dan isnadnya pun shohih.

Menurut penulis, seandainya orang yang hendak dibekam secara fisik terlihat kuat dan sudah terbiasa berbekam maka tidak mengapa jika dilakukan saat berpuasa. Namun jika terlihat lemah atau kuat namun baru pertamakali dibekam maka seyogyanya tidak dilakukan saat sedang puasa. Kita dapat melakukan di malam hari. Jangan sampai, kita selaku penghijam membuat orang yang dibekam menjadi batal karena terpaksa harus minum karena badan lemas maupun pingsan saat dibekam.

Sabtu, 23 Agustus 2008

Sebaiknya, belajar dari praktisi..

Bagi seseorang yang ingin memulai bekam, alangkah baiknya jika bisa belajar langsung dari praktisi bekam atau penghijam. Syukur-syukur, bisa belajar dengan orang yang benar-benar ahli atau minimal pernah mengikuti pelatihan bekam secara khusus. Hal tersebut diperlukan agar tidak terjadi kesalahan dalam proses membekam. Penulis ambil contoh, misalkan ada keterangan sedot 2-3 tarikan, maka bagaimana cara menariknya? Secara cepat, sedang, atau perlahan. Seandainya kita bisa melihat langsung, maka cara menarik yang benar akan dapat kita ketahui.

Jikalau tidak memungkinkan, maka kita harus banyak mengambil sumber referensi melalui berbagai media agar dapat memperoleh gambaran yang lebih luas dan jelas mengenai terapi bekam. Sehingga jika kita melakukan terapi tidak hanya sekedar bermodal asal berani saja..

Ditusuk (lanset) atau Disayat?

Kalo kita berbicara yang ideal, tentu saja harus berlandaskan dalil. Jika kita melihat hadits Rasulullah Saw maka disana dengan jelas dinyatakan sayatan, bukan tusukan. Sehingga jika kita ingin melakukan cara yang paling baik tentu saja dengan sayatan seperti apa yang disampaikan oleh Rasulullah Saw.

Mungkin ada yang mengatakan yang terpenting adalah hakekat keluarnya darah. Sehingga dengan cara ditusuk maupun disayat tidak masalah. Pendapat tersebut sah-sah saja. Karena dengan cara yang teringanpun, yaitu bekam tanpa harus mengeluarkan darah juga banyak orang yang memperoleh kesembuhan. Tetapi jika kita ingin mendekati apa yang tertuang pada dalil, maka metode dengan sayatan inilah yang sebaiknya kita lakukan. Karena InsyaAlloh akan terdapat banyak hikmah dibalik metode tersebut yang mungkin belum terkuak saat ini.

Pada prakteknya, meskipun metode sayatan adalah yang terbaik namun pada pelaksanaannya tidak semua pasien dapat dilakukan dengan sayatan. Ada bagian-bagian tertentu yang memang tidak memungkinkan untuk disayat, dan justru harus menggunakan lanset atau ditusuk. Atau bisa juga, pasien benar-benar merasa ketakutan dengan alat-alat untuk menyayat, sehingga mau-tidak mau metode dengan lansetlah yang dipilih.

Pada akhirnya, bagaimanapun caranya seyogyanya disesuaikan dengan kondisi pasien maupun bagian tubuh pasien. Cara yang terbaik adalah dengan mengutamakan sayatan, namun tidak harus memaksakannya. Jika tidak memungkinkan, maka dapat menggunakan lanset atau bahkan menerapkan bekam kering saja.

Jangan Asal Bekam

Pengobatan bekam memang terlihat mudah. Sehingga beberapa orang dengan beraninya melakukan pembekaman meski tanpa ilmu yang cukup. Jika kita melakukan bekam kering, mungkin dasar pengetahuan yang harus diketahui tidaklah banyak. Namun untuk bekam basah, tentu harus didasari oleh ilmu yang cukup agar tidak terjadi mal praktek.

Meskipun terkesan tanpa efek, pada bekam kering dapat juga terjadi hal-hal yang buruk. Pernah penulis dilapori oleh pembekam bahwa setelah dibekam justru badan mereka menjadi pegal-pegal dan sulit untuk digerakkan. Beberapa orang tersebut terpaksa disembuhkan dengan mendatangi ahli pijat.

Setelah menelaah sebab terjadinya tersebut, kemungkinan terbesar disebabkan alat yang dipakai kualitasnya jelek, sehingga proses penyedotan tidak dapat dilakukan secara sempurna. Memang terlihat sepele, tetapi jika proses penyedotan ini dilakukan secara serampangan maka justru akan menimbulkan dampak negatif pada pasien.

Sudah Ada Sejak Zaman Mesir Kuno

Pengobatan bekam sudah dikenal sejak zaman Mesir kuno sperti yang tertulis di prasasti Burdi. Metode bekam juga terkenal dan populer dikalangan bangsa Arab pada masa jahiliyah dulu. Rasululullah mengakui metode pengobatan ini serta mempraktikan dan menganjurkan pengobatan ini seperti tertuang dalam banyak hadits.

Rasulullah diutus tidak hanya mengajarkan sesuatu yang baru saja, namun juga menyempurnakan beberapa hal yang masih buruk atau kurang sempurna. Dalam metode bekam Rasululullah mengajarkan waktu yang terbaik, titik bekam yang utama, metode yang terbaik, dan beberapa hal yang bersifat umum dalam pengobatan.

Rabu, 20 Agustus 2008

Bekam Basah yang Terbaik!

Metode bekam sesuai contoh Rosulullah tidak mengenal bekam basah dan bekam kering. Namun karena dikalangan kita dikenal dua metode, maka yang terbaik adalah bekam basah. Karena pada masa Rosulullah, berbekam adalah dengan cara membuat sayatan sehingga darah keluar. Dalil yang dipergunakan:

"Jika dalam pengobatan kalian terdapat penyembuhan, maka itu terdapat dalam sayatan alat bekam, atau sundutan dengan api, tetapi aku tidak suka berobat dengan kay (sundutan api)."(Shohih Bukhori)

"Kesembuhan itu terdapat dalam tiga hal, yakni minuman madu, sayatan alat bekam, dan kay dengan sundutan api. Tetapi aku melarang umatku berobat dengan kay." (Shohih Bukhori)

Berdasarkan dalil tersebut, maka yang disebut berbekam adalah dengan sayatan, dan tentu saja mengeluarkan darah.